MENULIS CIPTA KEABADIAN

 4 Mei 2020

Mengapa kita menulis? Apakah karena royalty? Kapan waktu untuk menulis? Beberapa cuplikan pertanyaan yang kerap ditanyakan dan sering menyurutkan semangat kita. Sebenarnya menulis itu mudah jika kita bisa meluruskan niat mengapa kita menulis. Sebaliknya, menulis menjadi sangat sulit ketika terlalu banyak teori yang dipelajari tetapi tidak segera action.

Mendengar kata menulis saja, serasa jauh panggang dari api. Tidak mungkin. Saat saya memulai menulis, kendala utama adalah saya selalu mengoreksi tulisan yang sebelum selesai. Dibaca berulang-ulang hingga berujung pada emosi yang muncul. Kendala selanjutnya adalah ketakutan jika tulisan tidak selesai, terjebak oleh aturan-aturan menulis yang pernah dipelajari, seolah saya dikelilingi oleh pagar berduri. Ujung-ujungnya menulis hanya dibayangkan saja, tak berwujud.

Faktor utama menulis adalah kemauan, keinginan, motivasi diri. Kemudian  disertai dengan kemampuan. Kedua hal ini jika bisa berkolabarasi dengan baik akan menjadi kekuatan dahsyat untuk melahirkan tulisan. Yang kedua adalah menejemen waktu. Membagi waktu menulis kita dengan kesibukan lainnya yang telah terjadwal sebelumnya. Tidak perlu seharian, 1-2 jam sudah cukup asalkan istiqamah. Banyak membaca sebagai referensi, menambah perbendaharaan kata, ilmu dan pengetahuan lainnya. Lalu menulislah.

Ilmu itu ibarat binatang buruan, dan untuk mengikatnya dengan menulis. Menulis merupakan cara kita untuk mengumpulkan apa yang kita alami, kita pelajari, juga apa yang menjadi imajinasi kita. Dengan dituliskannya apa yang ada di benak kita, akan membantu menyimpan memori-memori kita, jika suatu saat terlupakan.

Sepandai dan jeniusnya orang, tanpa menulis dia akan dilupakan. Menulis ibarat kita meninggalkan jejak. Lihatlah para ulama-ulama, tokoh-tokoh, yang pada zamannya kitapun belum dilahirkan, tetapi kita tetap mengenalnya. Darimana? Ya dari tulisan-tulisan beliau yang ditinggalkan tentunya. Itulah mengapa menulis itu cipta keabadian.